BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan dalam Al Quran dan sebagian besar kitab kitab hukum Islam. Dan bahasa yang akan digunakan kelak di akhirat. Oleh karena itu mempelajari Bahasa Arab merupakan hal yang penting untuk dapat memahami hukum Islam yang memang pada kenyataannya sebagian besar ditulis dengan Bahasa Arab.
Kosakata dalam Bahasa Arab sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan bahasa bahasa yang lainnya, tapi kosakata dalam Bahasa Arab memiliki bentuk bentuk yang lebih komplek dan sedikit sulit di fahami terutama bagi pemula. Oleh karena itu penulis berniat untuk mencoba memaparkan tentang salahsatu bentuk kalimat dalam Bahasa Arab, yaitu Jumlah Ismiyah yang terbentuk dari Mubtada dan Khobar.
Mubtada dan Khobar adalah bentuk kalimat yang saling berkaitan satu sama lainnya, sehingga belumlah menjadi kalimat yang sempurna jikalau mubtada belum dilengkapi oleh khobar. Mubtada dan Khobar juga memiliki ketentuan ketentuan yang sudah baku, seperti harus sesuainya antara mubtada dan khobar dalam mufrod, tasniah,jama’nya dan muannats, mudzakkarnya. Pada makalah ini penulis akan memperdalam pembahasan tentang kesesuaian antara mubtada dan khobar.
Akhirnya semoga tulisan ini dapat bermanfa’at khususnya bagi penulis dan umumnya bagi seluruh ummat islam di seluruh dunia. amin.
<span class="fullpost">
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mubtada dan Khobar
Sebelum kita membahas kesesuaian antara mubtada dan khobar, ada baiknya kalau kita tahu dulu apa itu mubtada dan apa yang disebut khobar.
Mubtada’ adalah isim marfu’ yang biasanya terdapat di awal kalimat (Subyek) dan kosong dari ‘amil lafdy. Tetapi mubtada memiliki ‘amil ma’nawi yaitu mubtada harus beri’rab rofa’ karena menjadi ibtida (awal kalimat atau awal sesuatu yang di ceritakan)
Khobar adalah sesuatu yang menerangkan kondisi mubtada dan dapat menyempurnakan makna mubtada’ yang pada bahasa Indonesia dikenal dengan Predikat. Mubtada tanpa khobar tidaklah jelas ma’nanya begitu juga khobar tanpa didahului mubtada akan menjadi tidak bermakna.
Contoh:
الْأُسْتَاذُ مَرِيْضٌ (Ustadz itu sakit)
الْمُسْلِمُ صَالِحٌ (Orang muslim itu sholeh)
الْوَلَدُ نَشِيْطٌ (Anak itu rajin)
Seperti pada contoh di atas, kata الْأُسْتَاذُ berkedudukan sebagai mubtada dan مَرِيْضٌ berkedudukan sebagai khobar. Kalau الْأُسْتَاذُ saja tanpa disertai kata مَرِيْضٌ jelas tidaklah bermakna. “ustadz itu…..” tentu akan menimbulkan pertanyaan seperti ; Kenapa? Ada apa dengan ustadz? Tapi kalau sudah ada kata مَرِيْضٌ orang yang di ajak bicara akan mengerti apa yang terjadi dengan ustadz, bahwa ustadz itu sedang sakit. Dan tidak akan timbul pertanyaan tentang apa yang terjadi pada ustadz. Begitu juga dengan contoh contoh yang lain kurang lebih sama.
B. Kesesuaian antara Mubtada dan Khobar
Untuk selanjutnya penulis akan mencoba menjelaskan salahsatu ketentuan Mubtada dan Khobar, yaitu Khobar adalah sesuatu yang menyandar kepada Mubtada, oleh karena itu Khobar harus selalu mengikuti Mubtada dalam segi bilangan dan segi jenisnya. Mari kita lihat beberapa contoh dibawah ini :
a. Mubtada’ dan khobar harus selalu sesuai dari sisi bilangannya.
Contoh :
Ø Jika mubtada terbuat dari mufrod maka khobarnyapun harus terbuat dari mufrod.
الْمُسْلِمُ حَاضِرٌ (Seorang muslim itu hadir)
Ø Jika mubtada terbuat dari mutsanna, maka khobarnyapun haruslah mutsanna.
الْمُسْلِمَانِ حَاضِرَانِ (Dua orang muslim itu hadir)
Ø Jika mubtada terbuat dari kalimat jamak, maka khobarnya harus juga terbuat dari jamak.
الْمُسلِمُوْنَ حَاضِرُوْنَ (Orang-orang muslim itu hadir)
b. Mubtada’ dan khobar harus selalu sesuai dari sisi jenisnya.
Contoh :
Ø Jika mubtada terbuat dari kalimat yang mudzakkar , maka khobarnya harus juga terbuat dari mudzakkar.
الْمُسْلِمُ صَالِحٌ (Orang muslim itu sholeh)
Ø Jika mubtada terbuat dari kalimat yang muannats , maka khobarnya harus juga terbuat dari muannats.
الْمُسْلِمَةُ صَالِحَةٌ (Orang muslimah itu sholihah)
c. Jika mubtada terbuat dari jama’ untuk ghoir A’qil maka Khobarnya boleh terbuat dari jama’ muannats atau mufrod muannats.
Contoh :
اَلشَّجَرَاتُ كَبِيْرَاتٌ (Pohon pohon itu besar)
اَلشَّجَرَاتُ كَبِيْرَةٌ (Pohon pohon itu besar)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapatlah disimpulkan bahwa antara mubtada dan khobar harus sesuai antara mubtada dan khobar dalam mufrod, tasniah, jama’nya dan muannats, mudzakkarnya.
Jika mubtada terbuat dari jama’ untuk ghoir A’qil maka Khobarnya boleh terbuat dari jama’ muannats atau mufrod muannats.
DAFTAR PUSTAKA
Pesantren Miftahul Huda. Cetakan Pertama Pertelaan Matan Jurumiyyah Fii I’lmi Nahwu.
Hifni Bik Nasif dkk, Kitab Qawa’id al-Lughah al-’Arabiyah Li al-Talamid al-Madaris al-Tsanawiyah (Surabaya, Ahmad bin Saad bin Nabhan wa Auladuh, t.t.),
www. Islamkita.co.id.
</span>
.
kalau mubtada' nya tholabul ilmi (mudzakkar) lalu khobarnya fariidhotun (muannats)
BalasHapushadits nabi : tholabul ilmi fariidhotun 'alaa kulli muslimin wa muslimatin gimana?
Bagaimana dengan contoh wahua qismani
BalasHapus